PARADIGMA ANAK KAMPUNG

Oleh : Herri Y Wijaya, S.Kom

Untuk menjadi daerah yang maju memang tak terlepas dari tangan-tangan yang benar-benar mampu memperbaiki tatanan pemerintahan yang good governace, dan kesadaran masyarakat yang begitu tinggi untuk partisipasi guna terlibat agenda Restra Pembangunan bersama-sama pemerintah. Dengan landasan moralitas yang begitu tertib akan tercipta kondisi yang baik, apik dan sistematis.

Citra bangsa kian hari makin surut dalam problema sosial politik yang terbalut dalam rangkaian yang kompleks. Mulai dari pergulatan politik yang tak berhenti merevitalisasikan sebuah regulasi. Fluktuasi sosial ekonomi membentuk iklim baru dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara yang tak ubahnya dengan gejolak yang berbuntut kemelaratan dan Kemiskinan. Perang dalam pembodohan dan pendewasaan paradigma, tindak dan pemberantasan korupsi yang tak berujung dalam tingkatan peradilan dan penegak Perundang – undagan. Pemberontakan yang tak henti-hentinya mengibarkan darah pergerakan yang sebenarnya upaya protes dan clas actioan dari kalangan terdiskriminasi. Hampir 1 ( satu ) dasawarsa amanah reformasi bergulir ditanah Nusantara yang kaya akan SDA dan susah memperoleh pengelolaannya ( SDM ) dari kaum intelektual handal yang benar-benar memikirkan nasib bangsa ini. Sepertinya lingkup yang lebih kecil yaitu pemerintahan Kabupaten kita tercinta ini, kabupaten Tanjunga jabung Barat. Sejak hasil Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) di tahun 2005 menghasilkan regulasi sistem pemerintahan baru sesuai amanat UU no 32 tahun 2003 dimana Otonomi Daerah begitu jelas berjalan dan mempengaruhi polarisasi dari Hati Nurani dan langsung dari masyarakat. dan kewenangan pemerintahan daerah dalam mengelola daerahnya guna mencapai percepatan dan peningkatan Pendapatan dan pembangunan daerah. Pada dasarnya ini cukup menjanjikan untuk masyarakat, namun pergerseran dan banyaknya penyimpangan dalam penafsiran sehingga terbentuk paradigma yang Subjektif dalam mengaplikasikan aturan ini. Sehingga tercipta Power Temples ( kekuatan Kerajaan ) ditataran tingkat daerah. Sehingga persoalan demi persoalan bermunculan dan parahnya lagi tingkat indikasi KORUPSI begitu menjanjikan. Sehingga sasaran dalam UU no. 32 ini begitu melenjit dalam lobang perangkap yang rentan dengan tindak kejahatan. Diperbantukan oleh aktor-aktor yang sangat berkepentingan ( Pengusaha ) dalam memperngaruhi Sistem pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga hal-hal yang sudah tercanang dan teragenda menjadi buyar. Belum lagi dari kalangan Lembaga Legislatif ( DPRD) yang memiliki peran kuat terhadap lahirnya sebuah Kebijakan. Ternyata fakta yang nampak semua elemen ini begitu meyakinkan untuk melakukan sebuah Konspirasi. Singkat kata jikalau dalam sebuah sistem pemerintahan ( Eksekutif ) sudah di baurkan dengan Kepentingan Pengusaha & Legilatif, Yudikatif akan membentuk Sistem baru yang tak resmi yang pada akhirnya menghancurkan Perangkat itu sendiri yang dampak begitu konkrit adalah RESTRA Pembangunan tidak tepat sasaran. Selanjutnya siapa yang akan merasakan kepahitan dari kegagalan tadi????

Kita sebagai masyarakat lah sebagai korban dari kebiadaban Konspirasi mereka.

Apakah ada masyarakat yang berani vocal dan Tegas dalam persoalan ini???

Kekuatan masyarakat yang mana berani dengan tegas bertindak nyata??? padahal dalam masyarakat tercipta partisi tak ubahnya pemetaan dan peng-gep-an antar masyarakat pluris, membentuk kelompok masyarakat suku. Benih-benih Persoalan serta Gejolak SARA akan menunggu! Jadi Siapa ???

Jawabannya ada pada kita sendiri!! Sangat di sedihkan jikalau masyarakat hanya bisa berbicara dalam lingkungan informal layaknya tokoh kritisi, Konstruktif, diplomator.

Warung-warung kopi sebagai sarana pertemuannya. Apakah paripurna ini yang bisa menjawab dan memperbaiki persoalan daerah ini???

Atau hanya berkomentar dikarenakan kekecewaan yang amat sangat dalam konteks kepentingan belaka???

Mana aktor-aktor intelektual kita yang selama ini membelakan diri untuk mengisi dan membentuk insan yang berkualitas dalam lingkaran Universitas???

Apa semata-mata hanya ingin cari kerja??? Dan mampu bergainning dengan kelompok kepentingan dan Pemerintah guna mencapai kepentingan perseorangan ( Pribadi ). Dogma apa yang sudah mengisi otak-otak kalian??

Apakah penghalalan, Pembodoahan, Kemunafikan, Kemudaratan, Kejahatan terus di kerahkan sedangkan yang selama ini ke-timuran kita begitu Kental dan ajaran Agama yang begitu Baku menantang perbuatan tersebut. Didunia ini kita diciptakan bukan sebagai perusak tapi mencipta, pengabdi yang memiliki nilai-nilai Illahi sehingga sebagai penegak dan sekaligus pemimpin jalan yang Lurus.

Banyak harapan yang menanti didepan, banyak umat yang menunggu kalian sebagai pemimpin yang arif dan bijaksana sebagaimana cermin pemimpin Dunia ( Muhammad ( Al amin) ). Masyarakat kita sudah masuk dalam lingkunga Kapitalis Dunia, pola pandang dan sistem kerja masyarakat sudah mengarah orientalis yang bersekukuh dalam Kemudaratan. Kaum teknokrat terlahir dari golongan yang memiiki paradigma Kapitalisme. Pemimpin yang tak mengkedepakan God spotnya ( suara Illahi ) pada dirinya. Roh kudus tak lagi dipakai sebagai pondasi kemajuan, apakah ini yang namanya cikal bakal dari kehancuran Dunia??? Susu yang terkontaminas ( Media elektronik, surat Kabar ) tak lagi menjujung nilai-nilai yang memuat kadar Kebenaran ( Mahruf )???

Mereka hanya sebatas nilai komersil belaka!!

Benih-benih bangsa sudah tersodomi oleh bingkai diintregasi bangsa global. Kemandulan Paradigma Kritis, Pembaharuan, Pencipta, Pengabdi, Nasionalis, Religius susah pudar. Sungguh menakutkan nasib negeri ini, apakah harus bermimpi menunggu kedatangan Ratu Adil atau Imam mahdi atau figuristik Pejuang Sejati ( Isa AS )???

Kemana arah kalian setelah menjadi seorang Sarjana??

Tanyakan kepada Fitrah kita masing-masing!

Salam

CV Penulis :

Pengamat Sosial, Swastawan, Pendiri kelompok Diskusi lintas Pemuda Daerah

Terima Kasih telah memberikan kritik, dan mengunjungi Blogger ini

Comments

Popular Posts