Pendidikan Politk dan Politik Pendidikan

Pendidikan Politik & Politik Pendidikan
Oleh Herri Y Wijaya, S.Kom

14 Desember 2005 merupakan tonggak sejarah bagi Kabupaten Tanjung Jabung sebagai langkah Kongkrit dalam mengaplikasikan UU No 32 tentang Pemerintah Daerah dan PP no. 06 yang sekarang menjadi PP No.17 tentang Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Kemenangan DR.Ir.Safrial MS dan HM.Yamin, SH dalam pemilihan Bupati dan WaBup (Pilkada) sudah di depan mata sesuai dengan Rapat Pleno KPU tanggal 21 Desember 2005 dengan persentase perbandingan mencapai 38 % dari calon -calon lainnya yang merupakan suara sah.

DR.Ir.Safrial MS dan HM.Yamin, SH sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih jika mengevaluasi Kemenangannya menurut Organisasi FP2tjb ( Forum Pemuda Peduli Tanjung Jabung Barat ) dimana DR.Ir. Safrial MS memiliki kelebihan di antaranya — meminjam Husin M. Al-Banjari dalam artikelnya yang berjudul “SBY atau Mega, Sama Saja” (HU “PR”, 10/8) — hadir dengan pengalaman; mendapat dukungan fasilitas, lembaga Daerah, akses aparat pemerintahan, dan kebijakan publik; memiliki ruang publik yang terbuka lebar bagi kunjungan, bantuan formal, publikasi, dan kegiatan seremonial lain.

Disisi ini DR.Ir. Safrial MS masih menjabat sebagai Pejabat Kepala Daerah Kab. Tanjung Jabung Barat disisi lain yang mengusung dia sebagai calon juga mendapat dukungan mesin politik koalisi Partai yang dibangun (didukung) oleh parpol-parpol besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Pertanyaannya, apakah dukungan rakyat tersebut karena janji perubahan yang diusung DR.Ir. Safrial MS atau malah karena Mobilitas sebagai Kekuatan sistem dan berkat dukungan media massa yang luar biasa. Pertanyaan ini, saya kira, perlu dimunculkan (sekaligus didiskusikan) karena substansi perubahan yang dijanjikan DR.Ir. Safrial MS sesungguhnya masih terlalu sulit dipahami rakyat.

Pendidikan politik

Kita pantas mencurigai hal itu mengingat kualitas budaya politik rakyat hingga hari ini tampaknya masih perlu dibenahi. Budaya politik yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, merupakan suatu sikap orientasi yang khas dari warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu. Dengan orientasi ini, mereka menilai serta mempertanyakan tempat-tempat peranan mereka di dalam sistem politik.

Sikap individu dan masyarakat dalam sistem politik, jelas Almond dan Verba, dapat diukur dengan menggunakan ketiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan evaluatif. Komponen kognitif misalnya tingkat pengetahuan seseorang mengenai perkembangan sistem politik, para elite birokrasi, kebijakan-kebijakan yang diambil, dan simbol-simbol yang dimiliki oleh sistem politik. Komponen afektif berbicara mengenai aspek perasaan seorang warga negara yang khas terhadap aspek-aspek sistem politik tertentu yang membuatnya menerima atau menolak sistem politik itu. Sedangkan, dalam komponen evaluatif, orientasi warga negara ditentukan oleh evaluasi moral yang memang telah dimilikinya.

Kita bisa dengan mudah menakar kualitas budaya politik rakyat saat Pilkada 2005. Hal itu bisa dimengerti karena pilkada memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengaktualkan sikap dan perilaku politiknya seluas-luasnya dalam temperatur yang amat tinggi.

Kenyataannya, ketiga komponen budaya politik yang dimaksud Almond dan Verba tampaknya masih terlalu sulit diterjemahkan rakyat. Dalam masa kampanye legislatif, misalnya, rakyat dapat dengan mudah dimobilisasi oleh para elite parpol dan Tim Sukses untuk ikut berkampanye. Keikutsertaan rakyat dalam kampanye bukan karena memahami visi dan misi cabup atau adanya kesamaan ideologis dengan parpol yang didukungnya, tapi karena uang recehan, atribut Cabup, serta sebungkus rokok dan nasi. Dukungan rakyat lebih dimotivasi oleh pamrih materi yang hanya bisa mengenyangkan atau memuaskan dalam sesaat

Tidaklah mengherankan kalau kemudian rakyat ikut berkampanye tidak hanya ke salah satu Calon bupati dan Tim Sukses, tapi bahkan ke lebih dari dua Calon Bupati, dengan tidak memandang siapa elite parpol yang didukungnya dan apa substansi yang dikampanyekannya. Drama kampanye dengan menggunakan rakyat sebagai boneka elite parpol dan Tim Sukses seperti itu berlangsung setiap hari selama masa kampanye. Tragisnya, dalam situasi tersebut rakyat justru tidak menyadari kalau dirinya telah dijadikan sebagai boneka politik oleh elite parpol dan Tim Sukses. Akibatnya, kampanye yang telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit tersebut nyaris tak memberikan efek apa-apa yang bermanfaat bagi pendidikan politik rakyat.

Hal itu sangat mungkin bisa terjadi karena Calon Bupati dan Tim Sukses sendiri tampaknya tidak memiliki kemauan politik untuk melakukan pendidikan politik pada rakyat. Dalam masa kampanye, misalnya, visi dan misi Calon Bupati yang seharusnya ditawarkan kepada rakyat justru nyaris terkubur oleh janji-janji muluk yang kadang tidak rasional, tidak substantif, dan tidak sesuai dengan keinginan rakyat.

Partisipasi rakyat dalam Pilkada lebih merupakan produk dari mobilisasi. Kenyataan politik ini hendaknya segera dibaca (dievaluasi) dan menjadi agenda perbaikan (reformasi) bagi Bupati dan wakil Bupati baru. Hal itu sekaligus menjadi ujian bagaimana Bupati dan wakil Bupati sanggup melakukan perubahan melalui agenda pendidikan politik.

Politik pendidikan

Budaya politik seseorang atau masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan seseorang atau masyarakat. Hal itu bisa dipahami mengingat semakin tinggi kesempatan seseorang atau masyarakat mengenyam pendidikan, semakin tinggi pula seseorang atau masyarakat memiliki kesempatan membaca, membandingkan, mengevaluasi, sekaligus mengkritisi ruang idealitas dan realitas politik. Maka, kunci pendidikan politik masyarakat sebenarnya terletak pada politik pendidikan masyarakat.

Politik pendidikan yang dimaksud termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan strategis pemerintah dalam bidang pendidikan. Politik pendidikan yang diharapkan tentunya politik pendidikan yang berpihak pada rakyat kecil atau miskin. Bagaimanapun, hingga hari ini masih banyak orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SD sekalipun. Masih banyak sekolah yang kekurangan fasilitas atau bahkan tidak memiliki gedung yang representatif atau tak memiliki ruang belajar sama sekali. Masih banyak sekolah yang sangat kekurangan guru pengajar. Masih banyak pula guru (honorer) yang dibayar sangat rendah yang menyebabkan motivasi mengajarnya sangat rendah.

Dengan kondisi tersebut, bagaimana mungkin bangsa ini bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang kualitas pendidikan dan sumber daya manusia (SDM)-nya sudah lebih maju. Dalam konteks politik khususnya, dengan kondisi pendidikan seperti itu, bagaimana mungkin agenda pendidikan politik bisa dilakukan dengan mulus dan menghasilkan kualitas budaya politik yang diharapkan. Maka, sangat jelas, agenda pendidikan politik mensyaratkan agenda politik pendidikan yang memberikan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk belajar atau mengenyam pendidikan, tanpa ada celah diskriminatif sekecil apa pun, sebagaimana pesan Undang-Undang Dasar 1945.

Hal ini hendaknya menjadi catatan khusus bagi Bupati dan wakil Bupati baru, Syafrial Bersama Yamin (SaYa). Tentu saja banyak agenda yang harus dilakukan SaYa. Namun agenda politik pendidikan yang disusul dengan pendidikan politik bisa menjadi kunci bagi lahirnya masyarakat madani. Dengan politik pendidikan yang baik dan efektif serta memihak seluruh rakyat, rakyat bisa cerdas, mampu, dan terampil sekaligus mandiri sehingga tidak membebani negara dan pemerintah. Dengan pendidikan politik yang baik, rakyat bisa cerdas dan berwawasan dalam berpolitik sehingga dapat membantu tugas-tugas kenegaraan, misalnya dengan mengontrol dan mengevaluasi kinerja pemerintah Daerah sekaligus memberikan masukan-masukan yang konstruktif tanpa tindakan destruktif yang membahayakan masyarakat secara horizontal dan pemerintah Daerah secara vertikal.

Untuk itu, perlu upaya serius dan kerja keras bagi keduanya jika benar-benar ingin melakukan perubahan konstruktif terhadap bangsa ini sebagaimana yang telah dijanjikannya saat kampanye Pilkada, Hanya dengan keseriusan dan kerja keraslah, SaYa (Syafrial Bersama Yamin) tidak saja akan sanggup membuktikan diri sebagai Bupati dan wakil Bupati pilihan dan harapan rakyat, tapi juga mampu memberikan bukti bahwa rakyat tidak salah memilih dan sangat menggantungkan harapannya kapada SaYa.***

Terima Kasih telah memberikan kritik, dan mengunjungi Blogger ini

Comments

Popular Posts